Pada edisi Passion Media yang lalu, kita sudah banyak membahas dampak negatif dari pandemi. Di sisi lain, kami juga ingin menemui pihak yang berhasil “berselancar di atas gelombang” pandemi ini, seperti yang dilakukan oleh Yenny Kusuma Hendra, Managing Director Kumala Home & Kitchen.

Perusahaan yang dikenal melalui beberapa brand terkemuka seperti Duralex, Tanita, Meyer, dan Sero ini bisa dibilang sebagai salah satu pihak yang “beruntung” karena berhasil meminimalisir dampak negatif pandemi. Namun tentu saja, kami percaya pada rumus sederhana, “keberuntungan = kesempatan + persiapan”. Kumala Home & Kitchen sudah melakukan persiapan beralih ke platform digital sejak tahun lalu, dan pandemi ini mereka jadikan sebagai kesempatan untuk mempercepat perubahan tersebut. Siapa tahu pendekatan serupa bisa Anda terapkan di bisnis Anda saat ini?

Apa saja kesibukan Anda saat ini?

Belakangan ini saya malah lebih sibuk dari hari biasa. Kantor kami masih beroperasi seperti biasa, dan malah semakin sibuk karena toko online kami cukup kuat. Lalu kedua, program Instagram Live kami cukup padat. Kami mengadakannya 3 kali seminggu, dan secara rutin.

Saya melihat Kumala Kitchen adalah salah satu yang paling aktif mengadakan program IG Live, bisa ceritakan latar belakangnya?

Pada bulan Februari, ketika kasus corona mulai heboh di Indonesia, namun belum ada kasus positif, saya hanya berpikir, “virus ini akan masuk Indonesia, tidak mungkin tidak.” Saya mulai melakukan langkah antisipasi, namun sebetulnya, sejak tahun lalu kami memang sudah mulai menguatkan (infrastruktur) online. Ketika Februari, saya sudah membayangkan bahwa toko offline dan retail kami akan terkena dampaknya, jadi saya semakin fokus ke online.

Bisa beri kami perbandingan proporsi antara bisnis offline dan online Kumala Kitchen?

Sebelum pandemi ini, sektor B2B kami cukup besar, sehingga boleh saya bilang offline 80%, sementara online 20%.

Bagaimana dengan saat ini?

Malah berbanding terbalik, sekarang 80% bisnis kami online, karena baik toko maupun retail tutup semua dari akhir Maret hingga 22 Mei, berdasarkan instruksi Gubernur. Kita tidak tahu apakah PSBB ini akan diperpanjang lagi atau tidak

Ide mengenai melakukan demo di IG Live datangnya dari siapa?

Ketika pertengahan Maret, mulai ada beberapa orang yang mulai melakukan IG Live. Sebetulnya, sebelum pandemi ini, kami sudah menyusun jadwal event, Anda tahu sendiri, Kumala Kitchen cukup aktif soal itu. Kami memiliki jadwal demo bersama William Wongso dan berbagai sosok yang terpaksa harus saya batalkan di menit terakhir. Saya harus mencari wadah lain untuk melakukan demo ini, lalu Om Will (William Wongso) mulai melakukanya, kemudian Yohan Handoyo (COO Sababay Winery). Setelah itu, saya berdiskusi dengan tim dan kami memutuskan untuk memindahkan semua event kami ke IG Live, mulai pertengahan Maret.

Anda ingat siapa yang melakukan demo ini pertama kali?

Ronald (Prasanto) dan Adi (Taroepratjeka) dengan tema Dalgona Coffee.

Bagaimana pendekatan promosi yang Anda lakukan? Sepertinya tidak dengan hard selling ya?

Tidak, memang saya lebih memilih untuk edukasi dan sharing. Namun belakangan ini kami menjadi lebih hard selling karena permintaan dari beberapa online store kami.

Permintaan? Maksudnya bagaimana?

Jadi pihak online store melihat kami happy sekali mengkampanyekan IG live, ini hal baik. Selain tidak dikemas asal-asalan, pembicaranya juga memiliki reputasi di bidangnya masing-masing. Yang pertama menghubungi kami adalah Tokopedia, mereka meminta kami untuk mempromosikan toko online kami di Tokopedia. Kami bahkan bekerjasama untuk memberikan voucher diskon hingga Rp 250.000 dengan password yang sudah ditentukan.

Kemarin Dalgona sempat happening, hanya mungkin saja masih banyak orang yang masih kebingungan untuk membuatnya. Saat ini, fokus kami adalah memberi ide untuk menyiapkan makanan buka puasa yang sederhana. Selain itu, kami juga menggalang donasi melalui organisasi Help to Help. Jadi, semua penjualan online Kumala Kitchen selama bulan April, 10%nya kami donasikan ke sana. Jika kami hanya mencantumkan informasi tersebut di feed IG atau story, mungkin orang akan cepat lupa, oleh sebab itu kami mengkampanyekannya melalui IG live hingga 3 kali seminggu.

Bisa ceritakan mengenai penentuan tema demonya?

Tim kami yang menyiapkan, namun kami juga selalu terbuka bagi para narasumber untuk memberi masukkan. Contohnya pada demo Budi Lee, kami yang bertanya, “mau masak apa Bud?” Ide dari Budi adalah memasak steak, lalu kami menyiapkan alat yang bisa kami promosikan, yaitu panci Meyer. Kami juga mendengar masukkan dari pelanggan, mengenai makanan apa yang sedang mereka inginkan. Kami cukup terbuka sih, karena toh narasumbernya adalah teman kami semua.

Salah satu keunggulan Kumala Kitchen adalah, Andalah decision makernya, sehingga birokrasinya tidak berbelit-belit.Ya dan tidak mungkin ya?

Jika itu disebut sebagai keunggulan… karena keputusan di tangan saya, mungkin malah akan jadi lama karena semua orang harus menunggu. Tapi jika ada yang menganggapnya lebih cepat, saya tidak tahu, mungkin itu penilaian orang lain. Namun yang jelas, kami membuat keputusan sebagai tim. Setiap hari saya melakukan rapat dengan tim internal saya untuk koordinasi, terutama ring 1 saya.

Perubahan bisnis dari offline ke online ini apa efeknya bagi omset Anda secara total?

Secara total tentu ada penurunan, karena bisnis sektor B2B kami, baik restoran dan hotel, cukup besar, namun tidak terlalu signifikan hingga kami harus merumahkan staf kami. Pada pertengahan Februari, kami tengah menjalani proyek dengan 5-6 hotel, dan terpaksa harus kami tunda dulu, jadi memang pandemi ini cukup berpengaruh.

 

Meski PSBB selesai, mungkin konsep distancing ini akan terus berlanjut hingga waktu yang lebih lama. Apakah perubahan Kumala ke online bersifat permanen?

Di Kumala Home & Kitchen, konsep untuk berjualan secara online memang sudah kami strategikan sejak tahun lalu, sebelum ada pandemi ini. Baik itu untuk B2B atau B2C, kami malah tengah mempersiapkan platform khusus untuk B2B.Sekarang ini memang jamannya sudah sedikit berubah. Dulu, orang masih rela berpanas-panasan ke pasar basah sekadar untuk mencari barang. Namun berdasarkan pengalaman saya dan tim sejak 2019, yang belanja di online store kami, entah itu di Tokopedia, Shopee, Lazada, JD.ID, berasal dari kalangan B2B dan F&B. Mulai dari coffee shop yang kebutuhan gelasnya hanya 2-3 lusin, hingga yang memesan 10-12 lusin, semuanya lewat online. Jika Anda membeli gelas hingga 10 lusin, rasanya tidak mungkin jika pembelinya adalah untuk kebutuhan rumah tangga.

Apakah terjadi pergeseran dari segi distribusi?

Kalian memiliki distributor kan?Kami memiliki distributor di beberapa daerah, dan memang terjadi pergeseran.

Kalian bisa melakukan direct selling langsung ke pelanggan.

Pelangganlah yang lebih memilih untuk mendirectkan diri. Kembali lagi, ini pilihan mereka, padahal kami sudah mengatur struktur harga dengan distributor kami, namun mereka lebih suka untuk membeli lewat online store kami.

Mungkin di platform online, pelanggan bisa lebih mudah membandingkan harga?

Tepat, terkadang pelanggan malah tidak tahu bahwa kami memiliki distributor di kota mereka. Mereka cukup mencari di Google, katakanlah merk Duralex, atau Tanita, lalu hasil pencarian yang keluar adalah toko online kami. Inilah yang menyebabkan pergeseran perilaku, dan hal ini sudah terlihat sejak pertengahan 2019.

Boleh saya katakan jika pandemi ini mempercepat perpindahan Anda ke platform online?

Ya, menurut saya pandemi ini mempercepat semua yang seharusnya terjadi akhir tahun ini, atau awal tahun depan. Orang-orang, katakanlah ibu-ibu yang tidak biasa belanja online, dengan kondisi seperti ini, berbelanja online dirasa lebih nyaman dan aman.

Saat ini, konon banyak karyawan yang Work From Home (WFH) atau terkena PHK memulai bisnis makanan rumahan. Apakah Anda mendapat “jatah kue”nya?

Tentu, ketika mereka harus produksi sendiri di rumah, Ibu rumah tangga yang tadinya tidak melakukan apa-apa mendadak berjualan, dan mereka membutuhkan peralatan seperti timbangan, wajan, dsb. Memang saya lihat ada kenaikan di segmen tersebut. Kebetulan, ada beberapa teman saya yang juga mendadak ikut berjualan dan mereka mencari peralatan ke saya, jadi jelas ada penambahan angka dari situ

Selain berjualan, untuk menghemat, tentu mereka yang biasanya makan di luar harus masak sendiri di rumah.

Betul, secara online, persentase pelanggan B2C kami juga meningkat karena pandemi ini.

Apakah ada data peningkatannya? Apakah cukup signifikan?

Cukup signifikan, karena kenaikan bisnis online kami hampir 3 kali lipat dari kondisi normal. Namun jika Anda bertanya persentasenya, saya tidak bisa melihat jelas, karena di online, kita tidak bisa mengetahui apakah mereka membeli peralatan untuk sekadar kebutuhan rumah tangga, atau berjualan, jadi kami belum bisa bilang.

 

 

Bagi Kumala Home & Kitchen, berapa lama rencana Anda untuk mengatasi keadaan ini?Hmmm, antisipasinya ya?

Begini, kami memiliki sebuah strategi, pada pertengahan tahun ini, sebetulnya tim online kami memang berencana untuk bekerja dari rumah. Namun karena pandemi ini, rencana tersebut kami majukan semua. Jika ditanya sampai kapan antisipasinya, kami putuskan untuk mengubah cara kami melakukan bisnis, sekarang orang menyebutnya dengan istilah “new normal” kan? Jadi, beginilah cara kami berbisnis sekarang.Secara sistem, tim kami memang sudah siap untuk bekerja di rumah. Sejak 15 Maret, setengah dari tim kami sudah bekerja dari rumah, namun bukan dirumahkan ya. Lalu pada 26 Maret, angkanya mencapai 90%. Yang masih di kantor hanya segelintir tim operasional, karena beberapa hal seperti pengiriman tetap harus dilakukan.

 

Saya baru saja berdiskusi dengan Joy (Jose Pelo Jr, D’Lanier Artisan Chocolate), saya dengar kalian akan mengadakan sebuah program menarik?Cepat sekali beritanya menyebar?

Hahaha! Mungkin Joy yang berwenang untuk menginformasikan lebih detail. Yang jelas, ini adalah program menarik, menarik sekali. Begitu Joy mengajak saya bergabung, saya langsung bilang, “I’m in!” Padahal Joy bertanya apakah saya butuh beberapa hari untuk berpikir dahulu? Saya bilang tidak perlu. Di tengah kondisi seperti ini, kita butuh ide yang sedikit out of the box.

Kami butuh berita positif semacam ini!

Setuju. Jika ditanya apakah omset kami menurun? Ya memang, tapi untungnya tidak sampai harus memaksa saya untuk melakukan PHK. Efisiensi jelas wajib, karena penurunan tersebut, namun tidak sampai anjlok sekali. Bahkan, jika kondisinya terus seperti ini, kemungkinan besar untuk 2020 pertumbuhan kami bisa lebih baik dari 2019.

Mungkin kalian bisa, namun ada beberapa pihak yang tidak siap.

Saya tidak bisa berkomentar, karena tidak bisa dipungkiri jika beberapa sektor bisnis F&B memang tidak memiliki pilihan. Maksudnya, dengan persiapan apapun, hotel is hotel, tidak bisa go online.

Rasanya saya belum dengar istilah menginap online!

Ya, memang tidak semua bisnis bisa diubah ke platform online. Saya bersyukur bisnis kami bisa, mungkin itulah jalan yang diberikan Tuhan kepada kami. Saya tidak tahu apakah saya pantas berkata seperti ini, namun saya sekadar sharing sebagai teman saja. Menurut saya, ada banyak pilihan dalam hidup. Ketika krisis ini di depan mata, saya sampaikan hal ini kepada tim saya, “krisis akan datang, kita hanya punya 2 pilihan: bersedih, menangisi krisis, atau bangun dan cari peluang, itu saja!” Saya pribadi lebih memilih yang kedua, karena bagaimanapun juga saya bertanggungjawab untuk 40 orang karyawan saya dan juga pihak principal.

Jadi, kembali ke pilihan masing-masing, meski saya juga sangat paham dan prihatin, tidak banyak perusahaan yang memiliki pilihan di keadaan ini. Contohnya hotel, bahkan saya dengar ada sebuah hotel bintang 5 di Bali yang menawarkan harga Rp 1.500.000, untuk menginap 7 malam! Saya sampai berkata, “oh my God!” Lalu ada beberapa restoran yang memilik outlet di mal, mereka tidak memiliki pilihan lain. Namun jika saya boleh menyarankan, lebih baik yang positif saja. Terlalu banyak energi negatif di negara ini, jangan sampai kita ikut pesimis!